Ketidaktahuan yang Ditertawakan
Rumaisha Putri - Pemikiran
Hello new
world!
haidunia.com - Jika anda heran
mengapa penulis menyapa dunia baru diawal tulisan, itu memang karena personally baru
saja terjun dari kehidupan yang sama sekali berbeda dengan sekarang. Sempit
menuju luas. Bodoh menuju berwawasan. Tidak mengerti menjadi
paham. Disitulah letak keseruan hidup yang kerap
ditakuti dan diragui pemuda-pemuda zaman ini pada umumnya.
Saya sangat
memahami hal ini dan memang tak bisa menyalahkan satu pihak saja. Mental bangsa
dan adat budaya mendarah daging pada masyarakat yang salah kaprah sangat
berpengaruh dalam terbentuknya suatu generasi muda. Mental yang saya maksud
adalah rasa percaya pada kemampuan diri sendiri dan berani bertanya serta explore hal apapun.
Tak perlu dibahas panjang lebar karena dapat dipastikan semua orang bisa
berkaca.
Ilustrasi |
Mari tak panjang - panjang berdeskripsi atau berdebat hal yang sudah dipahami semua orang yang mengalami. Saatnya kita membahas sebab dan solusi. Pendekatan yang paling mudah adalah lewat cerita pengalaman seseorang. Mari seduh teh dan simak secuil pengalaman yang dibagi ini.
Saya yang paling terakhir lahir ketika itu.
Dikelilingi kakak-kakak yang
tujuh sampai delapan tahun mengenal dunia lebih dahulu daripada saya. Saya
kecil, lemah, dan sepertinya apapun yang saya lakukan terlihat lucu bagi
orang-orang di sekitar saya. Seolah mereka tidak ingat mereka pun sama lugunya
dahulu kala.
Saya diberi sebuah pisang. Saya amati baik-baik
benda kuning itu lekat-lekat. Ini benda apa? Darimana asalnya? Bagaimana cara
memakannya? Apa rasanya? Ketika itu saya penuh tanya dengan hal-hal baru yang
saya lihat di dunia terang ini.
Lalu kemudian semua orang tertawa gemas. Masalahnya
adalah ekspresi yang saya buat saat mengamati pisang itu. Dahi berkerut dan
sangat serius sehingga membuat pipi terlihat bertambah tembam. Tidak
mengertikah mereka betapa saya sangat penasaran dan butuh penjelasan apakah
benda yang saya genggam ini? Lalu Ayah datang menyelamatkan ketidaktahuan itu
dengan penjelasan.
“Ini namanya pisang. Rasanya enaak betul... Niih
dikupas dulu, baru dimakan.” Katanya sambil mempraktekkan apa yang diucapkan.
Lalu saya si bayi kecil tertawa senang dan puas. Sampai saat ini Ayah memang
pemberi penjelasan pertama dan terbaik bagi saya. Yang paling menghargai
ketidaktahuan saya ketika itu.
Namun tak semua penjelasan adalah penghargaan bagi
ketidaktahuan.
Suatu kali sekeluarga tengah sibuk mengecat rumah,
entah ketika momen apa. Semua tampak sibuk kecuali saya yang masih berusia
sekitar tiga-empat tahun memeluk boneka layaknya gadis kecil pada umumnya,
sibuk sliwar sliwer dengan gaya berjalan setengah melompat
berirama sambil bersenandung entah apa. Mengamati ibu yang enerjik memainkan roll cat rumah.
Saya mengamati dari atas hingga bawah. Saya lihat
koran yang rapat dengan dinding penuh dengan titik-titik cat. Saya tak tahan
untuk tak bertanya,
“Apha syerrak ni Bu? (Apa yang berserak ini Bu?)”
Aksen itu begitu lucu sehingga semua orang tertawa.
Dijawab ibu dengan aksen yang sama.
“Tscat. (Cat).”
Kini, 18 tahun berlalu dan aksen lucu itu masih tetap diulang sebagai
guyon. Tidak masalah. Namun dampaknya adalah orang yang ditanyai bisa jadi
tidak akan menjadi orang yang ditanya lagi bagi orang yang bertanya. Kita
menjadi kehilangan akses untuk bermanfaat bagi penanya, dan bagi penanya lain
yang ingin bertanya karena bisa jadi dipengaruhi orang yang dahulu pernah
bertanya. Dan yang terpenting, kita menjadi kehilangan akses untuk ambil bagian
dalam amal jariyah menyampaikan informasi bermanfaat bagi orang lain, anak
kecil lugu sekalipun.
Mari belajar dari contoh kecil ini. Sangat
sederhana bagi kita namun tak sederhana bagi si gadis kecil lugu. Kenapa?
Karena cat yang berbentuk titik-titik itu adalah informasi baru baginya. Kita
tidak pernah tahu seberapa butuh orang-orang akan suatu informasi dan seberapa
baru hal tersebut baginya. Jika akhirnya menjadi guyon (meskipun memang ada
yang lucu), maka dapat dipastikan lain waktu ia akan mencari penjelasan jika
bisa bukan dari anda.
Penjelasan bukan hanya tentang penyampaian, tapi
juga caranya. Ini sangat berpengaruh terhadap kepercayaan diri siapapun. Jika
terus pertanyaannya menjadi guyon, kepercayaan dirinya bisa turun dan yang
paling parah adalah bertahan dalam ketidaktahuan. Naudzubillah
Lain lagi dengan hal berikut ini. Tanya dianggap
sebagai penghambat gerak.
Lain waktu saya mengenyam pendidikan SMP. Saat itu
momen diskusi pelajaran IPS secara berkelompok. Saya begitu antusias sehingga
memperhatikan betul detail bahan diskusi teman-teman dan kebetulan menemukan
banyak hal-hal mengganjal. Tentu saya tak tahan ingin memberikan tanggapan.
Saya sampaikan tanya itu selugas dan semudah mungkin sesuai kadar kemampuan
berbahasa saya ketika itu.
Apa yang saya dapat? Jawaban seadanya ditambahi
pandangan sebal teman-teman.
Satu-satunya yang tersenyum ketika itu adalah Bu
Nelly sang guru IPS sambil memberi penjelasan tambahan yang menyejukkan hati.
Sejak itu tiap momen diskusi entah di jenjang manapun, teman-teman kerap
menyeletuk,
“Ntar kalo nanya jangan yang susah-susah. Kalo bisa
gak usah nanya biar cepet.”
Hmm...
Mengapa ketidaktahuan menjadi begitu lucu atau
menyebalkan?
Istilah malu bertanya bukan tanpa sebab. Pastilah
ia berasal dari orang-orang yang tidak menghargai sebuah pertanyaan dengan
cemoohan akan hal-hal yang terlalu sederhana untuk dipertanyakan. Padahal belum
tentu si penanya tak paham dengan hal rumit. Atau bisa jadi berasal dari
orang-orang yang merasa perlu segera sehingga bertanya adalah penghambat
selesainya suatu urusan. Semua begitu fokus pada pencapaian sehingga baiknya
proses tak lagi dihiraukan.
Bukankah lebih lucu orang yang jelas tak tahu namun
tidak bertanya? Kepada yang masih bermental seperti ini, saya ingin bertanya.
Apa yang sebenarnya kamu cari?
Sebagai kisah penutup, saya ceritakan ketika masa
siswi akhir, kami menghadiri sebuah seminar wajib yang diadakan di sekolah.
Tutor seminar begitu bersemangat, begitu pun saya. Namun sayangnya tidak semua
tertarik atau paham betul pada judul yang dibahas dalam seminar itu, disamping
juga memakai bahasa Inggris. Sampai pada akhir bahasan beliau berkata,
“Any questions?” Hening.
Sontak teman-teman mulai menyenggol lengan saya.
“Tanya, tanya. Kamu kan pinter nanya tuh.” Sahut mereka tidak tahan dengan
keheningan yang menjawab tutor tersebut. Padahal ketika itu saya memang sedang
tidak punya pertanyaan dan cukup paham dengan isinya. Namun akhirnya saya tetap
berdiri mengambil microphone dan bertanya hal yang kira-kira
dapat membuat siswi lain lebih paham dengan bahasa Inggris yang lebih
sederhana.
Dari sini saya semakin paham. Orang yang
tidak mengerti lalu dapat mengungkapkan ketidakmengertiannya, maka
sebenarnya dia adalah orang yang mengerti dan kelak akan semakin mengerti.
Oleh: Rumaisha Putri
Editor: Deany Januarta Putra
Belum ada Komentar untuk "Ketidaktahuan yang Ditertawakan"
Posting Komentar