Media Pembelajaran Online Hanyalah Guru Pengganti!
Ageng Triyono - Pemikiran,Pendidikan
haidunia.com -
Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja giat di sawah, tetangganya
berkata: ”Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, tanamanmu akan
tetap tumbuh dengan subur”. Petani itu menjawab: “Aku bukan sedang
memupuk tanamanku, tetapi aku sedang membina anakku”.
Percakan di atas saya dapatkan dari buku Awaking Excellent Habit karya
Sansuslung John Sun. Sebuah buku yang ingin mengajak pembaca untuk menguak
rahasia keunggulan manusia melalui kebiasaan baiknya. Sudah lama memang buku
itu terbit, yakni tahun 2006. Termasuk saya pun sudah lupa kapan terakhir
mengambil buku itu dari jajaran buku dari rak buku di rumah. Hanya saja,
seiring semaraknya kelas-kelas belajar secara daring atau online, tiba-tiba
saya merasa dialog Sang Petani di atas relevan untuk dijadikan bahan renungan
dalam tulisan ini.
Jiwa pendidik adalah inti dari pendidik itu sendiri |
Pertanyaan-pertanyaan
yang muncul dibenak saya anatara lain; “Apakah cukup murid-murid kita diberi
materi pelajaran kemudian guru membiarkannya belajar sendiri dengan mengambil
dalil; “tanaman mu akan tetap tumbuh dengan subur”. Jika guru dan para orang
tua berkayakinan demikian, maka cukuplah anak-anak sekolah belajarnya bersama
laptop dan gadgetnya. Dan guru pun lebih ringan pekerjaan sehari-harinya.
Sekarang mari kita tengok, tentang tujuan belajar yang paling umum
dibicarakan di dunia pendidikan. Dikatakan oleh R. Gagne,
bahwa belajar adalah suatu proses dimana suatu orgnanisme atau manusia berubah
perilakunya sebagai akibat dari pengalamannya. Sedang pembelajaran diartikan
oleh UU Sidiknas tahun 2003 sebagai proses atau cara menjadikan orang atau
makhluk hidup belajar. Apakah kemudian pembelajaran online sudah
memenuhi proses untuk mengubah perilaku murid-murid kita? Mari kita jawab
bersama-sama.
Beberapa kemudahan dari adanya digital learning memang
perlu kita apresiasi. Termasuk kemunculan beberapa lembaga bimbingan belajar
berbasis aplikasi smartphone juga pasti bisa memberikan manfaat posistif bagi
kemajuan prestasi anak-anak kita, baik yang duduk pada jenjang SMP
maupun SMA. Namun harus tetap dipahami bahwasanya ada sisi-sisi pendidikan yang
tidak bisa dicapai jika hanya melalui proses belajar menggunakan media online.
Pertanyaan lain juga harus kita ajukan; “Apakah model pembelajaran online bisa
diterapkan ke semua kelompok belajar siswa?” Mengingat dalam satu kelas akan
selalu ada ada yang kategori prestasinya ‘low’. Tentu tidak.
Memang ibarat tanaman kaktus, murid kita yang berkategori low ini kan tetap
eksis jika diberikan waktu seluas-luasnya untuk mengikuti pembelajaran online. Si Murid
akan tetap tumbuh meski tanpa disiram dan dirawat oleh sosok guru yang
seharusnya mendampingi sehari-hari. Namun perkembangannya bisa berada pada
tingkatan yang berbeda dengan yang di berikan perawatan. Boleh jadi bebebrapa
diantara mereka ada yang tumbuh menjulang sesuai dengan keinginan Si Penanam, namun
sebaliknya ada satu yang tumbuh menjalar secara liar lagi membahayakan pengguna
jalan di lingkungan sekitar. Artinya, tanpa pendampingan yang memadai dari guru
atau hanya mengandalkan pembelajaran online seutuhnya,
bisa berpotensi mempengaruhi perkembangan murid yang kurang sesuai dengan
tujuan pendidikan yang telah digariskan. Sehingga bagaimanapun murid kita yang
low harus mendapatkan pendampingan yang lebih khusus guna mendeteksi kemajuannya
berkembang sekaligus untuk menemukan kekuatan-kekuatan yang dimilikinya.
Di sisi lain, tugas mendidik adalah tugas guru dan orang tua. Mendidik itu
menggunakan perasaan, jadi mendidik itu akan selalu ada rasanya. Dan smartphone
belum lah berperasaan. Maka bisa dikata perangkat ini belum bisa mendidik dan
baru sebatas sarana transfer pengetahuan. Smartphone juga bukan kawan alamiah
yang mampu menimbulkan kesan dan pesan dalam kehidupan keseharian, sehingga
kesibukan menggunakan smartphone bisa menimbulkan hilangnya keakraban baik
dengan guru maupun sesama peserta didik.
Hal lain yang perlu diantisipasi adalah perilaku kurang etik yang bisa saja
muncul dari pribadi guru seiring maraknya pembelajaran online. Tidak
menutup kemungkinan bahwasanya guru akan sangat mengandalkan media online sebagai
ganti tatap muka di kelas tanpa perhatian apapun terhadap muridnya. Atau dengan
kata lain peserta didiknya terlantar tanpa perhatian pada saat jam kelas. Tentu
jika hal ini tidak diantisipasi akan berpotensi menciderai
profesionalisme seorang guru. Bagaimanapun tugas kita sebagai guru adalah
mendampingi dan mengarahkan potensi kecerdasan akal mereka sehingga bermanfaat
bagi dunianya, serta membawa dan membimbing mereka yang tertinggal prestasinya
sampai pada standar kualitas yang pantas agar tetap berkehidupan yang berkah
bagi jamannya.
Sebagai penutu, melalui tulisan ini saya tidak sedang mengatakan bahwa
pembelajaran online memiliki
banyak kelemahan ataupun dikategorikan sebagai pembelajaran yang buruk. Hanya
saja saya ingin mengajak agar para guru ikut mengantisipasi dampak negatif yang
dimungkinkan timbul. Oleh karena itu, saya sekadar mengambil kesimpulan
sementara, bahwa pembelajaran online perannya
adalah sebagai guru pengganti dan jangan sampai dijadikan sebagai guru utama
yang tugasnya sehari-hari adalah mendampingi anak-anak kita menikmati prosesnya
berkembang.
Oleh: Ageng Triyono
Editor: Deany Januarta Putra
Belum ada Komentar untuk "Media Pembelajaran Online Hanyalah Guru Pengganti! "
Posting Komentar