Surplus Sarjana Pendidikan: Calon Guru Mau Kemana?
Ageng Triyono - Pemikiran,Pendidikan
Sebuah jalan lebar untuk menebar manfaat bagi sesama. Jalan yang lapang meski kadang terasa seterjal karang untuk menuju peradaban gemilang. Jalan bebas hambatan untuk membebaskan manusia dari kebodohan. Jalan alternatif untuk membentuk manusia-manusia prestatif. Jalan tak terputus meskipun tak selalu lurus dan mulus. Semoga ini menjadi akses guru untuk menuju hidup lebih sukses, dengan menapaki bagian dari perjalanan kenabian.
Tahukah engkau? Menjadi guru adalah kesiapan menjadi manusia yang akan melakukan tugas luhur dan mulia, melakukan pengajaran dengan hikmah mau’idzatil hasanah. Sehingga Allah, para malaikat, dan segenap makhluknya pun bersimpati dan mendo’akannya;
“Sesungguhnya Alloh, malaikat-malaikat-Nya, penghuni bumi dan langit, bahkan semut dalam lubangnya, dan ikan di lautan mendo’akan kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.”(HR. Abu Umamah r.a)
haidunia.com - Salah
satu poin penting yang penulis catat dari apa yang disampaikan Mendiknas Prof.
Muhajir Effendy saat orasinya di Seminar Nasional Pendidikan Matematika Ahmad
Dahlan atau disingkat Sendikmat 2018 adalah terkait kebutuhan guru untuk empat
sampai lima tahun mendatang.
Pada
kesempatan seminar yang mengusung tema "Mengembangkan Kemampuan
Literasi dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) melalui Pembelajaran
Matematika Inovatif di Era Revolusi Industri 4.0" itu beliau
menegaskan bahwasannya jumlah kebutuhan guru sejujurnya telah terpenuhi oleh
Sarjana Pendidikan lulusan pada
tahun-tahun sebelumnya. Salah satu sumber bahkan menyebutkan surplus lulusan
Lembaga Pendidikan dan Kependidikan (LPTK) mencapai 200 ribu tiap tahunnya. Sehingga beliau pun berpesan kepada para insan kampus
kususnya pengelola Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) untuk
mengantisipasi timbulnya over supply calon guru.
Guru ibarat mata air yang selalu menebar kebaikan |
Menristekdiki, Prof.H Mohammad Nasir, Ph.D juga mengamini apa
yang disampaikan oleh Mendikanas. Ini dibuktikan oleh wacana serupa yang beliau
sampaikan. Sebagaiman dilansir jawapos, beliau mewacanakan untuk melakukan moratorium pembukaan program studi baru
untuk LPTK. Dan Ikatan Guru Indonesia (IGI) pun sepertinya menyambut dengan
senyum merekah atas wacana moratorium tersebut.
Lantas dengan jumlah lulusan Sarjana Pendidikan yang
terlanjur melimpah ruah ini, para calon guru mau kemana? Bagiamana pula dengan
adik-adik kita yang masih bercita-cita mulia ingin menjadi guru di masa depan?
Sebelum kita membahasnya lebih lanjut,
coba renungkan bersama kalimat bijak dari seorang filosof Muslim yang
digelari Hujjatul Islam. Beliau Imam Al-Ghozali, menuturkan;
“Seseorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya, dialah yang
dinamakan orang besar di kolong langit ini. Dan itu ibarat matahari yang
menyinari orang lain dan menyinari dirinya sendiri. Ibarat minyak kasturi yang
wanginya dapat dinikmati orang lain dan ia sendiri pun harum. Siapa yang
bekerja di bidang pendidikan, sesungguhnya ia telah memiliki pekerjaan yang
terhormat dan sangat penting. Maka hendaknya ia memelihara adab dan sopan
santun dalam tugasnya.”
Demikian, motivasi yang beliau tujukan kepada para calon pendidik. Pesan
Muhammad SAW juga perlu ditanam dalam-dalam pada sanubari kita dan calon-calon
wisudawan FKIP; “Barang siapa menunjukkan kebaikan. Ia berhak mendapatkan
pahala orang sebagaimana orang yang melaksanakannya” (HR. Muslim). Betapa
bijak kalimat dari lisan-lisan nan agung ini. Semoga menambah tegap langkah
kalian para calon wisudawan Sarjana Pendidikan!
Bagaimana dengan kalian yang sekarang masih duduk di bangku sekolah dan
memiliki cita-cita menjadi guru di masa depan? Baik, kalian tetap memiliki
kebebasan untuk menentukan pilihan. Pada waktunya pilihan jalan kehidupan harus
kalian putuskan seiring memasuki kematangan usia. Tentu jalan kehidupan tidak
ambil secara gambling. Adakah
diantara kita mempertimbangkannya atas dasar kemanfaatan bagi kehidupan dan
sesama?
Memang seharusnya demikian latar belakang yang membuat saya dan anda secara
sadar serta profesional berani menentukan pilihan hidup sebagai
seorang guru. Menjadi guru sebelum menjadi yang lain.
Tentu tanpa bermaksud menegasikan peran-peran kehidupan selain daripadanya.
Mari kita yang muslim untuk saling meresapi, bahwa sesungguhnya jalan hidup ini
adalah jalan yang sama sebagaimana dahulu pernah dilalui oleh para Nabi,
sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. Juga
jalan yang ditempuh para ulama meski tugas mereka belum bisa dinyatakan selesai
karna usianya yang telah usai. Pada hakikatnya mereka adalah para guru
terdahulu sebelum kita di jaman ini. Beliau telah menjadi sumber mata air ilmu,
dan terus mengalir sepanjang masa ke segala penjuru menuju tempat-tempat yang
cocok untuk tumbuh kembang generasi mendatang. Yang mana tempat-tempat itu
sekarang telah umum disebut dengan sekolahan. Bersyukurlah, karena Allah Yang
Maha Luas Ilmu-Nya, dan tidak akan habis meskipun air laut dijadikan tinta
untuk menuliskan seluruhnya, jika mengamanahi kita sebagai bagian dari sarana
untuk mengalirkan ilmu-Nya. Sehingga kelak hal ini menjadi amal abadi lintas
generasi yang bisa mengantar pelakunya menikmati
kebahagiaan hidup.
Saya pun perlu menasihatkan kepada diri sendiri tentang hadrinya rezeki
sebab bekerja dan ijazah. Percayalah, adakala rezeki itu tidak datang
dari kerja dan gelar pada ijazah kita. Rezeki sudah di atur-Nya, dan kita akan
selalu mendapatkan apa yang sudah ditakdirkan. Jadi, jangan takut akan
sedikitnya rezeki dengan menjadi guru, atau sebaliknya mengharap
berlebih akibat pekerjaannya sebagai guru. Pahamilah ini sebagi jalan yang
insya Allah mendapat keberkahan.
Sebuah jalan lebar untuk menebar manfaat bagi sesama. Jalan yang lapang meski kadang terasa seterjal karang untuk menuju peradaban gemilang. Jalan bebas hambatan untuk membebaskan manusia dari kebodohan. Jalan alternatif untuk membentuk manusia-manusia prestatif. Jalan tak terputus meskipun tak selalu lurus dan mulus. Semoga ini menjadi akses guru untuk menuju hidup lebih sukses, dengan menapaki bagian dari perjalanan kenabian.
Tahukah engkau? Menjadi guru adalah kesiapan menjadi manusia yang akan melakukan tugas luhur dan mulia, melakukan pengajaran dengan hikmah mau’idzatil hasanah. Sehingga Allah, para malaikat, dan segenap makhluknya pun bersimpati dan mendo’akannya;
“Sesungguhnya Alloh, malaikat-malaikat-Nya, penghuni bumi dan langit, bahkan semut dalam lubangnya, dan ikan di lautan mendo’akan kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.”(HR. Abu Umamah r.a)
So, tetaplah kalian bercita-cita memiliki gelar
Sarjana Pendidikan, meski tak ada jaminan akan disejahterakan hidupnya oleh
negara. Semoga keluhuran dan kemuliaan tugas ini tidak terciderai oleh
keinginan-keinginan dunia yang bersifat sementara. Percayalah, Alloh
kian menjadikan kita semua merasa cukup dengan-Nya, dan sebagai sebaik-baik
pembalas. Semoga para malaikat mencatat kerja-kerja peradaban yang kita lakukan
sebagai rangkaian amal unggulan, dan setiap langkah kali menuju sekolah adalah
gerak menebar kemanfaatan.
Yaa Rabb,
Selangkah ku kepada-Mu,
Seribu langkah Kau pada ku.
Aamiin.
Oleh: Ageng Triyono
Editor: Deany Januarta Putra
Belum ada Komentar untuk "Surplus Sarjana Pendidikan: Calon Guru Mau Kemana?"
Posting Komentar