Obat Kehancuran

Diko Ahmad Riza Primadi - Pemikiran

haidunia.com - Kata seorang yang tidak percaya kepada pemimpinya “Indonesia ibarat anak balita yang belum bisa apa-apa. Kesehariannya disapih dan ditimang. Sering menangis ketika merasa lapar. Melakukan segala sesuatu tidak pada tempatnya. Maka jangan pernah sekali-kali berharap kepada negara. Jangankan memberikan masa depan, menghidupi dirinya saja negara tidak mampu.”

Sumber gambar: halodoc.com
Belum genap satu bulan bangsa ini digoncang dengan kabar duka atas berpulangnya salah satu putra terbaik bangsa Bacharuddin Jusuf Habibie. Presiden RI ketiga yang lebih dikenal dengan sapaan eyang Habibie, sang inspirator bagi generasi muda. Bangsa ini kembali digoncang dengan berbagai permasalahan yang datang silih berganti tiada henti. Puluhan ribu mahasiswa dari berbagai kota melakukan demonstrasi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Gelombang demonstrasi tersebut juga menjalar diberbagai kota dan provinsi di seluruh tanah air, masif dan terstruktur. Para mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi menuntut DPR RI dan pemerintah membatalkan beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) yang bermasalah dan dianggap dapat merugikan rakyat secara umum. Mereka juga mengkritisi tentang upaya pemerintah untuk melemahkan fungsi dan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal tersebut juga dinilai dapat menyuburkan perilaku korup di negeri ini.

Turunnya ribuan mahasiswa ke jalan-jalan mengingatkan kembali pada tragedi tahun 1998 dalam upaya mahasiswa menggulingkan kekuasaan Orde Baru yang dipimpin oleh presiden Soeharto. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi demokrasi di tanah air. Selama hampir seperempat abad alarm bangsa yang bernama ‘mahasiswa’ tidak menyala. Karena dalam sejarahnya, mahasiswa telah menempatkan diri sebagai alat kontrol kekuasaan atau pemerintahan. Mahasiswa adalah otak dan hati bagi rakyat Indonesia. Menjadi garda terdepan dalam membela kepentingan orang-orang yang lemah. Mahasiswa memiliki kemampuan untuk membaca arah sebuah pemerintahan, mengamati kepada siapa sebuah kebijakan memihak, serta menyimpulkannya dengan memberikan solusi alternatif. Melalui kemampuan intelektual, kepekaan sosial serta sikap kritisnya, mahasiswa diharapkan mampu menjadi pengontrol sebuah kehidupan sosial masyarakat dengan cara memberikan saran, kritik, serta solusi untuk permasalahan sosial masyarakat ataupun bangsa.

Dalam aksinya di depan Gedung DPR RI, mahasiswa menyuarakan tujuh tuntutan terkait dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Tujuh poin tuntutan tersebut adalah. Pertama, mendesak pemerintah untuk membatalkan pasal-pasal dalam RKUHP yang dinilai masih bermasalah. Kedua, pemerintah diminta membatalkan revisi UU KPK yang berpotensi memperlemah kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi. Ketiga, menuntut negara untuk mengusut dan menindak tegas para elit yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di Indonesia. Keempat, pemerintah dituntut untuk merevisi RUU Ketenagakerjaan karena dinilai tidak berpihak kepada para pekerja. Kelima, Mahasiswa menolak disahkannya RUU Pertanahan karena aturan tersebut dinilai bertentangan dengan semangat reforma agrarian. Keenam, dalam aksi demo, para mahasiswa meminta agar pemerintah dan DPR menunda pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Ketujuh, mahasiswa menegaskan bahwa tujuh tuntutan mahasiswa tersebut adalah untuk mendorong proses demokrasi di Indonesia karena selama ini negara dianggap melakukan kriminalisasi terhadap aktivis.

Beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) yang bermasalah disinyalir menjadi pasal karet yang mampu menjerat siapa pun. RUU yang bersangkutan tersebut juga dinilai tidak logis dan terlihat konyol serta tidak memiliki arah yang jelas. Tidak jarang yang memberikan komentar ngawur atas disahkannya RUU tersebut. Pelemahan atas KPK dan isu lingkungan juga tidak luput dari kritikan mahasiswa. Kebakaran hutan dan musnahnya habitat satwa liar di beberapa daerah telah merugikan negara trilyunan rupiah. Asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan tersebut mengakibatkan penyakit pernafasan bagi anak-anak hingga orang dewasa.

Dalam menghadapi situasi seperti ini, pemerintah harus segera memberikan respon positif atas segala permasalahan yang terjadi. Seorang pemimpin harus mau mendengar segala keluh kesah rakyatnya. Melibatkan masyarakat dalam pembuatan dan penyusunan kebijakan. Menindak tegas para koruptor dengan tidak pandang bulu. Selalu mengedepankan kepentingan rakyat secara umum diatas kepentingan kelompok dan golongan. Turunnya mahasiswa ke jalan-jalan mengindikasikan bahwa rakyat tidak lagi percaya kepada pemimpin dan wakilnya dipemerintahan. Hanya dengan menjaga kepercayaan rakyatlah seorang pemimpin mampu menyelamatkan bangsa dari kehancuran dan perpecahan. Kepercayaan rakyat kepada pemimpin adalah obat kehancuran.


Oleh: Diko Ahmad Riza Primadi
Editor: Deany Januarta Putra

Mau berlangganan artikel terbaru dari HaiDunia.Com ? Silahkan masukkan email kamu dibawah ini ya:

Belum ada Komentar untuk "Obat Kehancuran"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel