Guru; Duta Negara

Ageng Triyono - Pemikiran, Pendidikan

“No teacher No education. No education, no economic and social development”.
(Ho Chi Min)

haidunia.com - Apa jadinya sebuah negara tanpa guru? Jika pertanyaan ini diajukan, maka sangat mudah kita untuk menjawabnya; bangsa tak berperadaban, bangsa terbelakang, bangsa tertinggal oleh jaman, dan sebagainya akan menjadi label bagi bangsa yang tidak memprioritaskan pendidikan. Tanpanya negara-negara tidak akan berdaya, keberadaan pemuda menjadi generasi yang tersia-sia. Keberadaan Negara-negara tidak tercatat sejarah dan keberadaannya pada peta dunia hanya bagaikan kebetulan belaka. Sebaliknya, bangsa berperadaban, bangsa maju, bangsa modern akan menjadi brand mark sebuah negeri yang telah mampu memanifestasikan tujuan pendidikan yang dikelolanya.

Sumber foto: batampos.co.id
Seorang Bapak Pendidikan dari Vietnam Ho Chi Min mengatakan, “No teacher No education. No education, no economic and social development”. Begitu tingginya arti guru bagi sebuah negara. Perannya paling strategis untuk memperbaiki negeri, lagi tersebar merata dari segi sosial maupun geografis kewilayahan. Peran sosialnya secara formal adalah sebagai abdi Negara. Di masyarakat ia menjadi contoh, dan sebagai profesional ia bertugas mempersiapkan pemuda dambaan umat pelanjut kepemimpinan masa depan. Dari sisi kewilayahan guru merupakan duta mengajar yang tersebar sampai pelosok Nusantara atas prakarsa negara.

Hampir tak ada profesi lain yang memiliki keluasan peran sebagaimana guru. Dari abad kapan pun guru adalah aktor utama dalam merekayasa kebangkitan suatu bangsa. Tanpa mengurangi hormat saya atas profesi lain, guru saya sebut sebagai panglima kebangkitan umat yang akan membebaskan manusia dari permasalahan kemanusiaannya.

“Aku, baru saja didatangi, utusan dari kabilah ‘Udal dan Qarah. Berita tentang Islam telah sampai kepada mereka. Mereka sungguh berharap orang-orang yang akan membagi cahaya kebenaran, yang akan menghunjamkan bahwa Allah adalah Esa, yang akan mengajarkan Islam. Akan ada dari kalian yang terpilih untuk mengemban amanah itu.” Nabi mengucapkan itu.

Kalimat informatif yang diucapkan beliau itu seakan memenuhi udara Madinah. Untaian kata yang terdengar seolah mampu menyembuhkan luka-luka pasca Perang Badar. Beberapa sahabat pun mencoba “unjuk muka”, dengan membusungkan dada, dan menegakan kepala karena berharap ia yang terpilih sebagai duta. Yakni, duta mengajar yang akan membebaskan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Mari saya ajak anda ikut menindaklanjuti wasiat nabi tadi; mentarbiyah umat, membebaskan negeri-negeri yang belum menikmati karunia Alloh yang fitrah berupa pancaran Islam rahmatan lil’alamin. Mari belajar pada Mush’ab bin Umair, yang all out menjadi duta pertama dalam sejarah Islam, dai yang mengubah Yatsrib ‘Madinatul Hijrah’ menjadi Madinatul Munawarah, kota penuh pancaran cahaya. Kita juga bisa belajar pada Khalid bin Walid yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berjihad. Kata Khalid; ”Berada disuatu malam yang sangat dingin untuk berjihad di jalan Allah lebih aku sukai dari pada hangatnya bermalam pengantin dengan gadis yang cantik.”

Seorang duta mengajar pernah dikirim untuk menemui Panglima Rustam di Persia. Yang sebelumnya sempat mengejek tentara Islam dengan mengatakan: “Buat menyambut para gembala unta, cukuplah aku kirimkan gembala-gembala babi.” Ia mengira bangsa Arab yang dihadapinya adalah bangsa yang belum diubah dari syirik ke tauhid. Utusan pasukan Islam datang dengan pakaian yang lusuh dan mengendarai keledai. Ia masuk ke istana dengan penuh kepercayaan diri. Keledainya diseret ke dalam balai pertemuan dan diikat pada salah satu kursi di istana. Rustam bertanya, “Bangsa macam apakah kalian ini?” Sahabat itu menjawab, Kami adalah bangsa yang dipilih Tuhan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, dari kezaliman berbagai agama kepada keadilan Islam, dari penghambaan kepada hamba ke penghambaan kepada Allah saja.

Ini bentuk tarbiyah rosulullah yang paling mendasar, menanam keyakinan agar Allah diesakan dan tidak disekutukan. Keyakinan yang harus dideklarasikan dengan kalimat singkat namun mampu mengubah sejarah. Asyhadu alla ilaa ha illalloh wa asy hadu anna muhammadarosululloh, adalah pernyataan yang menjadi pokok keimanan, atau aqidah kita menyebutnya. Yang membuat hamparan sejarah bangsa penggembala selanjutnya menjadi indah. Ibarat pohon yang berdiri kokoh dan membuahkan hasil yang tiada tara nilainya.

Setelah mengenal Tuhannya yang Esa, konsekuensi selanjutnya adalah ia memahami keberaadaanya sebagai makhluk yang diciptakanNya. Min aina, ila aina, dan li madza. Ia berasal dari mana dan untuk misi apa lahir dicipta, lantas akan berakhir dimana hidupnya, dengan petunjuk siapa pula akan selamat. Dengan begitu ia mengenali diri, Gnothi Seauton istilah Socrates, yaitu manusia yang mengenal dirinya, mengenali potensi internalnya. mengenal diri untuk menggali dan mengembangkan semua potensi yang dimiliki, baik dzikir, piker maupaun skill. Setelah mampu mengelaborasi potensi itu semua maka manusia akan benar-benar mampu merekayasa masa depan tanpa menunggu untuk ditemukan. Karena telah yakin masa depan adalah sesuatu yang harus disiapkan dan dibangun dengan tindakan. Tindakan yang harus dicocokkan dengan sunah rosulnya. Berkat para duta mengajar yang dikirim itu yang kemudian membangun peradaban yang dibangun atas dasar ketauhidan. Keberhasilan mengajarkan ketauhidan ini akan tercermin jika setelah sekian hari dididik tahu persis mana halal dan mana yang haram.

Pengajaran yang teramat agung dan tinggi nilainya yang menjadi harapan rosullullah tanpa peduli tempo dulu maupun abad ini adalah membagi cahaya kebenaran, yang akan menghujamkan bahwa Allah adalah Esa, yang akan mengajarkan Islam membebaskan mereka  dari penyembahan kepada selain-NYa. Sehingga dengan tegas mereka berkata katakanlah; Alloh itu Esa. Menjadi apapun nantinya murid-murid itu. Menjadi politisi akademisi atau petani, agamawan, budayawan atau sastrawan, karyawan atau usahawan ataupun yang lain. Dalam diri mereka tertanam kokoh keimanan. Ini yang membuatnya paham untuk memilih antara yang halal dan haram. Ini menjadi keberhasilan khusus seorang duta mengajar, membangun peradaban berdasar ketauhidan. Alangkah berjasanya pribadi yang mampu menujukkan kepada cahaya kebenaran. Maka tepuk tangan dan angkat topi perlu kita sampaikan keepada guru yang berhasil menujukkan jalan-jalan hidayah kepada murid-muridnya.


Oleh: Ageng Triyono
Editor: Deany Januarta Putra

Mau berlangganan artikel terbaru dari HaiDunia.Com ? Silahkan masukkan email kamu dibawah ini ya:

Belum ada Komentar untuk "Guru; Duta Negara"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel