Kenakalan Murid adalah Petunjuk Mengenai Cara untuk Mendidiknya
Ageng Triyono
- Pemikiran, Pendidikan
Guru yang arif adalah guru yang tidak akan
pernah memaksamu masuk ke dalam rumah kearifannya, tetapi membimbingmu sampai
ambang pikiranmu sendiri.
HaiDunia.Com - Thomas Amstrong,
seorang pendidik yang memiliki pengalaman mengajar lebih dari 28 tahun, sejak
jenjang pendidikan dasar hingga tingkat doktoral. Dalam buku Multiple Intelegences
In The Classroom, yang saya nukil dari buletin Fahma, beliau
menganjurkan untuk menggunakan kenakalan-kenakalan murid sebagai petunjuk untuk
pengembangan kecerdasan mereka.
Menurut beliau, salah satu cara yang dapat diandalkan untuk mengenali
kecerdasan yang paling berkembang dari para murid adalah dengan mengamati
‘kenakalan’ mereka di kelas. Murid yang memiliki kecerdasan linguistik tinggi
akan sering menyela pembicaraan, yang memiliki kecerdasan spasial tinggi akan
suka mencorat-coret dan melamun. Murid dengan kecerdasan interpersonal yang
tinggi akan suka mengobrol, dan murid yang memiliki kecerdasan kinestetik
tinggi tidak bisa diam, sedangkan murid yang memiliki minat tinggi pada alam
mungkin akan membawa binatang ke dalam kelas tanpa ijin. Kenakalan-kenakalan
yang berkaitan dengan kecerdasan tertentu ini akan menjadi sebuah petunjuk
tentang bagaimana siswa seharusnya mendapat pengajaran.
sumber foto : salamyogyakarta.com |
Mungkin melalui
kenakalan, secara metafor mereka akan berkata kepada gurunya: ”Wahai
guru, saya bukan seekor kerbau yang bodoh, yang dicucuk hidungnya agar mau
menuruti kemanapun arah penggembala menarikya. Inilah cara saya belajar dan
apabila anda tidak mau mengajar dengan cara belajar saya yang paling alami,
saya akan tetap melakukannya.” Ibarat sebuah pohon, kita sebagai guru
tidak tahu bagaimana mengarahkan potensi ujung akar yang berada jauh tertutup
di dalam tanah. Tetapi ujung akar itu akan selalu melakukan gerak tumbuh menuju
sumber air sebagai asupan makanan utama menuruti logikanyanya sendiri. Jadi
kita semua mencoba memahami peran guru dalam menangani kenakalan anak didik,
yaitu tidak dengan memasung gerak aktivitas kenakalannya selama tidak
mengganggu, membahayakan, dan atau merugikan. Karena bisa kemungkinan,
kenakalannya adalah bagian dari proses menuju sumber sukses hidupnya. Jika
pertumbuhannya redup dan layu, guru siap memberikan pupuk yang cocok untuk
memotivasinya. Dan guru berusaha pula mencari hama penyebab kenakalannya untuk
kemudian menyemprotkan nasehat sebagai pestisida pembasmi hama yang
memepengaruhi keusilannya.
Anda yang
pemerhati tinju kelas dunia pasti tidak asing dengan Bernard Hopkins, petinju
muslim yang dinobatkan sebagai petinju terbaik dunia 2001 versi majalah The
Ring dan World Boxing. Dialah The Execution,
atau sang algojo julukannya. Tercatat sejumlah besar di kelas middleweight yang
berhasil di kanvaskannya, baik dengan Technical Knock Out (TKO), Knock
Out (KO), maupun dengan angka mutlak. Diantara lawan-lawannya yang
tangguh adalah Osacar De La Hoya, Felix Trinidad dan Glen Johnson berhasil
ditumbangkannya.
Yang menarik
disimak adalah dia sudah memulai kenakalannya di usia 13 tahun, melakukan
penjambretan dan menikam mangsanya dengan tiga kali tusukan. Atas perbuatannya
tersebut dia harus menjalani hukuman bersama sembilan rekannya. Di penjara dia
banyak menyaksikan tindak kejahatan yang dilakukan sesama tahanan, kejadian
inilah yang membuat imajinasinya yang liar menjadi terarah yaitu berfikir untuk
menjadi pemenang dalam setiap pertarungan. Pada tahun-tahun tersulitnya
mendekam di penjara, ia menemukan jati dirinya sebagai manusia pembelajar,
naluri kenakalannya dia arahkan untuk menekuni olah raga tinju. Bukan kursus
kepribadian yang dia ikuti untuk meredam kenakalannya, tapi justru ia memilih
bergabung dengan barisan tinju profesional selepas dari penjara. Ada yang
menyebutkan cahaya hidayah menjemputnya saat dia keluar dari jeruji
besi. Hasilnya luar biasa, Hopkins menjadi petinju pertama di dunia yang
mengoleksi empat gelar juara tinju utama, sekaligus petinju tertua di kelasnya.
Sebuah kenakalan
yang menjadi jalan pembelajaran untuk survive, ia manfaatkan untuk
mempertahankan hidup penuh prestasi. Tentu dalam bertanding Hopkins tidak cuma
dengan tulang dan otot yang dibalut sarung tinjunya, kemudian melayangkan
pukulan ke arah lawan secara sporadis, di sisi lain masih ada kecerdasan yang diberdayakan
untuk mengatur strategi kapan secepat kilat dia harus menghindar, meliukkan
leher, dan melepaskan pukulan.
Terlepas dari
sebuah takdir, saya ingin memberikan sebuah ilustrasi kepada rekan-rekan semua
tentang kasus Hopkins ini. Mungkin akan berbeda ceritanya jika Hopkins tidak
mengalami pendidikan yang sesuai dengan karakternya, pembelajaran yang alami
baginya, yaitu pendidikan penjara. Anggaplah Hopkins tidak dihukum masuk
penjara, namun di masukkan ke dalam sebuah laboraturium komputer misalnya.
Kecil kemungkinannya ia dapat menguasai teknik ilmu komputer dibanding
teknik-teknik bertinju. Begitu juga sulit kemungkinan Hopkins menerima Islam
ketika dakwah di sampaikan sebelum dimasukkan penjara. Adakalanya
bentuk-bentuk pendidikan yang tidak umum ternyata lebih bisa mengelola potensi
kecerdasan.
Tentu kenakalan
murid-murid kita jangan sampai pada tingkatan seperti Hopkins, sehingga para
guru lebih mudah mengendalikannya. Bukanlah Kebijakan yang bijak memberikan
pinalty pada murid yang berulah dengan melarangnya masuk kelas karena di
kawatirkan hanya mengganggu temannya yang serius belajar. Atau memberinya
instruksi untuk keluar kelas kemudian menutup pintunya dari luar atau bahkan
memberi hukuman ala militer, murid distrap, disuruh berdiri di depan
kelas sampai akhir jam kelas. Rumuskanlah sebuah sanksi tarbawi (mendidik),
untuk mengelola kenakalannya dengan mengkolaborasikan kecerdasan miliknya,
sehingga menghasilkan sebuah sikap pantas yang berguna baginya.
Mari kita coba
pahami bersama, murid adalah makhluk yang dicipta dari tanah, tanah yang
memiliki sifat labil dan tidak konsisten, selalu bergerak mengikuti logika
bumi. Mereka sama seperti kta para gurunya, hanya manusia biasa, bukan
malaikat, manusia yang masih jauh dari sempurna sementara setan tak pernah
henti menggodanya. Ada banyak celah waktu, kesempatan dan peristiwa yang bisa
membuatnya terperosok dan menggoyahkan prinsipnya. Tugas kita adalah memelihara
semaksimal mungkin, dengan segala kekurangan dan kelebihannya sebagai manusia,
agar bisa tetap tampil mendunia dengan nilai keunggulannya.
Oleh: Ageng Triyono
Editor: Deany Januarta Putra
Belum ada Komentar untuk "Kenakalan Murid adalah Petunjuk Mengenai Cara untuk Mendidiknya"
Posting Komentar