Mendidik Mereka yang Memiliki Keterbatasan
Ageng Triyono - Pemikiran, Pendidikan
“ Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya” (QS.Al-Maidah:32)
haidunia.com - Kain itu
murah harganya dan akan banyak di jumpai di pasaran, bahkan rupanya telah kusam, mirip sebuah kain bekas pantas
pakai. Namun apa yang terjadi setelah Leonardo da Vinci, dengan penuh
kesabaran, keuletan, dan kesungguhan tanpa lelah menggoreskan kuas lukisnya
dengan penuh perasaan, hingga terselesaikanlah sebuah lukisan Mona Lisa yang
sangat dikagumi para pecinta seni di seantero dunia. Kain kusam itu kini hampir
tak ada yang berani memperkirakan berapa kisaran harga jualnya. Di cerita sini
saya ingin mengatakan, bahwa adakala kita memandang sesuatu dengan sebelah
mata, akan tetapi setelah diberikan sentungan oleh tangan yang pas, sesuatu itu
menjadi sangat berharga dan memikat banyak
pandangan mata.
haidunia.com |
Okey,
satu cerita lagi. Adaikan Hellen Keller hidup bak pengemis di jalanan, tentu
langka sekali orang di jaman ini yang mau menyapanya, pastilah akan dilihatnya
sebelah mata. Karena dunia materialis abad ini akan menganggap orang cacat
hanya sebagai beban orang yang normal. Sampai-sampai seorang pemimpin besar
revolusi negeri ini, yang begitu mengagumi keperkasaan fisik para prajurit
militernya, harus memisahkan ruang pendidikan (sekolah) antara yang sehat bugar
dengan dengan yang dikarunia tuna daksa. Seolah berfikir bahwa otak yang
cerdas dan mampu menyerap ilmu pengetahuan hanya terdapat pada mereka yang memiliki
tampilan fisik sempurna.
Baik,
sekarang, pernahkah kita jumpai sebuah batang kayu yang tak karuan bentuknya?
Atau sebuah besi tua, ataupun sebuah batu yang kerasnya minta ampun? Namun
setelah diadakan sebuah proses yang berkesinambungan, dipoles, diasah dan
dihias akan menjadi bentuk yang begitu mempesona sehingga meningkat nilai
harganya.
Bagaimana
jika beberapa cerita di atas kita analogikan sebagai sebagi suatu proses
pendidikan bagi anak-anak kita yang ‘maaf’, menurut mata kita ia dikaruniai
keterbatasan. Mendidik mereka yang dikaruniai keterbatasan fisik, ataupun
mereka yang terkoyak masa lalunya akibat permasalahan ekonomi dan permasalahan
keluarga, tentu dibutuhkan semangat pengorbanan dan ketulusan yang luar biasa.
Ada
seruan bagi kita para pendidik, yang sebenar-benarnya pendidik, dimanapun
tempatnya anda berada, yang siap mengabdikan diri pada sebuah Yayasan
Pendidikan Anak Cacat (YPAC), pada sebuah panti asuhan maupun yayasan sosial
lainnya, juga anda yang sehari-hari mengurusi dengan penuh keikhlasan
rumah–rumah singgah para pengemis dan gelandangan di kota, ataupun anda yang
mengabdikan diri di kampung pedalaman pada sebuah pulau terpencil yang penuh keterbatasan sarana, kami ingin
menyampaikan; salam hormat kami dengan penuh ketundukan atas kebesaran jiwa anda,
engkaulah pahlawan tanpa tanda jasa yang sebenarnya. Engkaulah abdi pendidikan
sekaligus abdi kemanusiaan.
Dalam
skala negara, sejarah negara tersebut pun tak boleh melakukan pembiaran
kesengsaraan kepada mereka yang sempat
mengalami derita dan trauma secara
emosional. Sama sekali tak boleh negara abai pada hak-hak mereka apalagi
membatasi, hingga menghalangi kebahagian mereka. Berikut saya bawakan satu
kisah lagi yang sangat inspiratif, hasil dari kerja keras guru dalam mendidik seorang Hellen Keller.
source: je santamaria 2013 |
Hellen
Keller kehilangan kemampuannya untuk melihat, mendengar dan berbicara
sejak muda. Akan tetapi, ia tidak
menganggap semua kekurangannya tersebut
penghalang dalam hidupnya. Didorong oleh semangat yang gigih, ia mampu
menghadapi semua kesulitan yang ia hadapi. Di bawah bimbingan gurunya,
Sullivan, ia belajar bahasa inggris, Latin, Perancis, dan Jerman. Dengan
menulis beberapa buku seperti, The Story
of My Life, The World I Life In, Let Us Have Faith, dan lain sebagainya, ia
sudah memberi kontribusi penting terhadap literatur dunia. Ia tidak hanya
membekali dirinya dengan kecerdasan saja. Ia memiliki hati yang sangat
penyayang. Saat perang duniaII pecah, ia mengunjungi rumah sakit dan menuliskan
kata-kata penghibur bagi ribuan orang yang terluka. Ia berusaha membuat hidup orang-orang yang menderita
menjadi lebih bahagia.
Kemuliaan
tindakan Keller menghapuskan penderitaan masyarakat, membuat presiden
Eisenhower menulis surat padanya,
”Kisah tentang prestasi anda bukan hanya menjadi monumen atas kebesaran hati dan pikiran anda, melainkan juga menjadi inspirasi abadi bagi banyak negara. Baik bagi mereka yang menderita karena cacat fisik, maupun bagi mereka yang berusaha membantu orang yang tidak mampu dalam meraih hidup yang lebih berarti”
Demikian!
Salah satu tugas guru adalah mengantarkan mereka yang penuh keterbatasan agar menjadi
barokah bagi jamannya. Aamiin
Oleh: Ageng Triyono
Editor: Deany Januarta Putra
Belum ada Komentar untuk "Mendidik Mereka yang Memiliki Keterbatasan"
Posting Komentar