Jangan Larang Murid Berpikir di Luar Aturan, Karna itu Bisa Jadi Suatu Inovasi Baru
Ageng Triyono - Pemikiran, Pendidikan
Sekarang pertanyaan yang harus kita diskusikan adalah, bentuk apresiasi seperti apa yang akan diberikan oleh seorang guru? Apakah kita akan melarangnya dan memberikan pensil dengan warna-warna yang lebih sesuai, yang tentu saja hal ini dapat mengekang unsur kreatifitasnya? Ataukah mungkin diantara kita ada yang menganggapnya sebagai sebuah bentuk kelemahan? Atau menganggapnya sebagai sebuah perilaku menyimpang yang mengandung unsur kenakalan?
“Kenyataan di bumi dan di langit
lebih kaya dari mimpi-mimpi filosifis kita”
(Shakespeare)
haidunia.com - Sudah menjadi standar
umum, jika anak TK atau SD disuruh menggambar pemandangan yang berupa alam pegunungan,
mereka akan menggoreskan pensilnya hingga mewujud bentuk dua buah gunung dengan
matahari bersinar di tengahnya, kemudian dilengkapinya dengan gambar pematang
sawah yang menuju pusat gunung dan sawah di kanan-kirinya di gambari tanaman
padi.
haidunia.com |
Bagaimanakah reaksi seorang guru, jika menyaksikan pensil warna-warni
yang digoreskan anak didiknya ternyata tidak cocok sebagaimana warna alami pada
umumnya. Misal warna hijau untuk mataharinya, warna biru untuk pegunungannya,
warna merah untuk gambar padinya dan warna-warna lain yang sangat kontras
menyimpang dari pemandangan alam sebagaimana aslinya. Atau dengan kata lain
anak didik tersebut bekerja di luar mainstream dengan
berfikir non-konvensional alias di luar kebiasaan anak-anak
seusianya.
Sekarang pertanyaan yang harus kita diskusikan adalah, bentuk apresiasi seperti apa yang akan diberikan oleh seorang guru? Apakah kita akan melarangnya dan memberikan pensil dengan warna-warna yang lebih sesuai, yang tentu saja hal ini dapat mengekang unsur kreatifitasnya? Ataukah mungkin diantara kita ada yang menganggapnya sebagai sebuah bentuk kelemahan? Atau menganggapnya sebagai sebuah perilaku menyimpang yang mengandung unsur kenakalan?
Sekarang pertanyaan berikutnya, apakah semua orang yang datang ke
pameran lukisannya Affandi mengatakan bahwa lukisannya indah dan layak dihargai
puluhan juta hanya untuk sebuah goresan tinta pada selembar kain yang suatu
saat akan kusut dan menjadi rombeng? Pasti tentunya tidak, semua tergantung
dari sudut pandang dan daya imajinasi dalam melihat lukisannya.
Siswa yang memberikan warna tidak umum untuk sebuah gambar matahari
pastilah memiliki imajinasi yang berbeda dari yang telah mahfum dipahami
guru dan orang disekitarnya. Maka tidaklah bijak jika kita sebagai guru
langsung berusaha menyelanya. Jadi, berikanlah mereka kesempatan untuk
menikmati dunianya sejenak, kemudian barulah kita berfikir tentang alasan
mengapa si murid berperilaku demikian. Sehingga tahulah kita bagaimana
memperlakukan keanehan, keisengan bahkan kenakalan yang mereka tunjukan. Kemudian
cari formulasi metode mengajar yang paling cocok diterapkan di kelasnya. Adakah
mungkin siswa itu memiliki kecerdasan di luar kecerdasan dalam perspektif kita
sebagai guru?
Pola pikir non-konvensional, atau berfikir di luar kebiasan,
terbukti mampu memberikan banyak keuntungan dan merupakan sebuah kunci penting
dalam meraih kemajuan. Banyak hal baru terjadi di dunia ini yang diawali dengan
melakukan sesuatu di luar aturan, karena jika semua mengikuti aturan yang telah
baku maka tidak ada sesuatu hal baru yang dihasilkan. Semua hal akan mengalir
begitu saja mengikuti alur kebiasaan tanpa mewujudkan suatu kebaruan.
Pada saat ilmu pengetahuan masih berada pada pengawasan gereja, tidak
diperkenankan seorang ilmuwan melakukan penelitian yang mengambil kesimpulan diluar dogma gereja. Semua ilmuwan wajib mengikuti pola pikir konvensional.
Bagi ilmuwan yang teorinya berlawanan dengan doktrin gereja akan dicap sebagai
kaum heretik atau murtad. Dan hasil dari
pemikirannya akan dianggap sebagai bisikan setan. Jika ilmuwan
tersebut tidak mau bertaubat dengan jalan membatalkan temuannya tersebut, maka
hukuman mati sebagai hadiah dari gereja. Karena pada saat itu, segala bentuk
pemikiran baru dilarang, termasuk pada bidang sains dan juga semua
bentuk kegiatan intelektual. Galileo adalah korban dari doktin
gereja, Galileo adalah korban tragedi ilmu pengetahuan yang terpasung oleh
tirani kekuasaan yang buta ilmu pengetahauan masa depan. Akibat sistem
pemikiran gereja yang mengharamkan tata cara pikir diluar aturan resmi yang
pakemnya bertahun-tahun dianut mereka.
Galileo adalah seorang hebat yang berani berfikir di luar aturan, yang
sungguh telah memberikan konstribusi penting untuk kegiatan
keilmuan. Keberaniannya berfikir diluar aturan, melawan doktrin gereja yang
telah secara resmi menegaskan bahwa semua keilmuan telah berakhir pada
kesimpulan Aristoteles. Setiap kali murid mengajukan keberatan atas dogma yang
telah ditetapkan, para profesor mereka akan segera menghentikan usaha tersebut
dengan mengutip ucapan dari Aristoteles: “Magister dixit”(sang guru
telah berkata)
haidunia.com |
Setelah
melakukan serangkaian percobaan, yang sangat berlawanan dengan
ajaran Aristoteles, Galileo semakin tegas mempertahankan pendapatnya: bahwa
jika dua benda dengan berat yang berbeda dijatuhkan ke bumi dari ke
tinggian tertentu, maka keduanya akan jatuh menyentuh tanah secara bersamaan.
Meskipun hal ini di cemooh oleh lawan-lawannya: ”Tidak ada seorang pun kecuali
orang bodoh yang percaya bahwa sehelai bulu ayam dan sebuah peluru meriam akan
meluncur dengan kecepatan yang sama.”
Di tengah ejekan
lawan-lawannya tersebut, Galileo menaiki menara Miring Pisa untuk menunjukan
kebenarannya. Dari atas menara Galileo menjatuhkan dua buah bola dengan berat
yang berbeda, seberat 10 pon dan 1 pon. Ternyata kedua bola jatuh menyentuh
tanah secara bersamaan. Peristiwa penting ini yang kemudian yang menyadarkan
orang–orang yang mencelanya dalam menilai sebuah pengetahuan baru.
Begitu juga
kebenaran yang disampaikan Copernicus bahwa bumi bergerak mengelilingi matahari
adalah hasil berfikirnya diluar kebiasaan para ilmuwan pada masa itu. Dimana
sebelum ia mempelajari astronomi di University of Rome, para
ilmuwan menyatakan telah final pada kesimpulan bahwa bumi adalah pusat tata
surya dan matahari beserta bintang-bintang adalah satelit yang
bergerak mengelilingi bumi berdasarkan pada teori Ptolemaic.
Tapi ternyata pola
pikir konvensional telah memberikan kita sebuah poin penting,
bahwasanya sebuah nilai dalam hidup tidak dipelihara hanya karena ia warisan
purbakala, tetapi nilai-nilai kehidupan termasuk di dalamnya ilmu pengetahuan
akan terus dikembangkan karena begitu besar pengaruhnya pada kemakmuran umat
manusia secara aktual dan faktual.
Ilmu
pengetahuan dari akar historisnya bersifat relatif, selalu terbuka
ruang kritik, ditelaah ulang, malahan ditumbuhkembangkan melalui inovasi-inovasi
baru yang lebih menakjubkan. Dengan begitu tidak ada lagi anggapan bahwa
penemuan tokoh-tokoh besar ilmu pengetahuan baik yang klasik maupun kontemporer
telah final. Hal ini dibuktikan oleh Copernicus yang tidak puas
dengan teori Ptolemaic, serta Galileo yang menemukan cacat pada teori
Aristoteles.
Wahai guru, para
sarjana, para profesor, para pendidik, apapun jabatan dan gelar akademik anda.
Dunia ke depan membutuhkan peran-peran kita sebagai pendukung sebuah pola pikir
baru yang lebih segar dalam segala aspek kehidupan. Perbedaan opini
dengan peserta didik adalah sesuatu yang sangat wajar, bisa jadi hal
ini adalah sebuah benih ide dari peserta didik yang akan tumbuh
menjadi sesuatu yang sama sekali baru bagi dunia. Tidak seharusnya disikapi dan
ditafsirkan sebagai sebuah kekonyolan atau sebuah perlawanan terhadap kekuasaan
diri kita sebagai pendidik. Harus diyakini bahwa selama sikap kritis para
peserta didik adalah ditujukan pada ilmu pengetahuan, bukan kepada
fasilitatornya, maka hal itu adalah sesuatu yang sangat lumrah.
Oleh: Ageng Triyono
Editor: Deany Januarta Putra
Belum ada Komentar untuk "Jangan Larang Murid Berpikir di Luar Aturan, Karna itu Bisa Jadi Suatu Inovasi Baru"
Posting Komentar